Selasa, 19 Februari 2013

Kisah sangat inspiratif:"Jadikanlah al-Quran sebagai penjaga jiwamu dan kebun hatimu"


Kisah ini sangat menarik sekali, sekaligus mengharukan. Betapa tidak? Bagaimana terdapat pada seorang tokoh dua sifat; seorang yang ahli ibadah tapi juga pemberani di medan perang.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ia menjadi rebutan para komandan pasukan Islam dalam peperangan mereka karena keberanian dan doanya. Ia bernasib mujur karena mendapatkan isteri yang ahli ibadah pula dan seorang putra yang pemberani. Kekhusyuan shalatnya tidak terpengaruh oleh kedatangan singa yang hendak menerkamnya bahkan singa itu kemudian tunduk padanya…

"Shilah Bin Asy-yam al-Adawi menuntut ilmu dari sebagian besar sahabat dan mencontoh cara hidup halal dan akhlak mereka," (Ucapan al-Ashbahaani)

Shilah ibn Asyam al-Adawi seorang ahli ibadah dari para ahli ibadah malam dan seorang pejuang dari para pejuang siang.

Apabila kegelapan telah menutupkan tirainya ke alam semesta dan manusia terlelap dalam tidur…ia pun bangkit dan menyempurnakan wudlu, kemudian ia berdiri di mihrabnya dan masuk dalam shalatnya serta mendapatkan suka cita dengan Rabbnya.

Maka, bersinarlah cahaya ilahi dalam dirinya, menyinari bashirahnya ke penjuru dunia, memperlihatkannya akan ayat-ayat Allah di ufuk.

Disamping itu semua, ia adalah orang yang hobby membaca al-quran di waktu fajar, Apabila sepertiga malam terakhir telah tiba, ia mencondongkan bengkaunnya kepada juz-juz al-quran…Mulailah (lidahnya) mentartil ayat-ayat Allah yang jelas dengan suara merdu dan suara tangisan.

Terkadang ia mendapatkan kelezatan al-quran yang menyentuh ke dalam hatinya dan mendapatkan ketakutan kepada Allah dengan akal jernihnya.

Pada sisi lain, ia merasakan al-quran berisi ancaman yang memecah hatinya…

Shilah ibn Asyam tidak pernah bosan dari ibadahnya ini sekalipun. Tidak ada bedanya apakah di rumahnya atau dalam perjalanan, di saat sibuk atau di saat waktu luangnya.

Jafar ibn Zaid menghikayatkan, "Kami keluar bersama salah satu dari pasukan muslimin dalam sebuah perang ke kota "Kabul" (ibukota Afghanistan, terletak dekat sungai Kabul) dengan harapan Allah akan memberikan kemenangan kepada kami. Dan adalah Shilah ibn Asyam berada di tengah pasukan.

Ketika malam telah menutupkan tirainya –dan kami berada di tengah perjalanan-, para pasukan menurunkan bekalnya dan menyantap makanannya lalu menunaikan shalat Isya…

Mereka kemudian pergi menuju ke kendaraannya mencari kesempatan untuk istirahat di sisinya…
Maka, aku melihat Shilah ibn Asyam pergi menuju ke kendaraannya sebagaimana mereka pergi. Ia lalu meletakkan pinggangnya untuk tidur sebagaimana yang mereka lakukan.

Aku lantas berkata dalam hati, "Dimanakah yang orang-orang riwayatkan tentang shalatnya orang ini dan ibadahnya serta apa yang mereka sebarkan tentang shalat malamnya hingga kakinya bengkak?! Demi Allah, aku akan menunggunya malam ini hingga aku melihat apa yang dikerjakannya."

Tidak lama setelah para prajurit terlelap dalam tidurnya…hingga aku melihatnya bangun dari tidurnya dan berjalan menjauh dari perkemahan, bersembunyi dengan gelapnya malam dan masuk ke dalam hutan yang lebat dengan pepohonannya yang tinggi dan rumput liar. Seakan-akan belum pernah dijamah sejak waktu yang lama.
Aku berjalan mengikutinya…

Sesampinya ia di tempat yang kosong, ia mencari arah kiblat dan menghadap kepadanya. Ia bertakbir untuk shalat dan ia tenggelam di dalamnya…aku melihatnya dari kejauhan. Aku melihatnya berwajah berseri…tenang anggota badannya dan tenang jiwanya. Seakan-akan ia menemukan seorang teman dalam kesepian, (menemukan) kedekatan dalam jauh dan cahaya yang menerangi dalam gelap.

Di saat dia demikian…tiba-tiba muncul kepada kami seekor singa dari sebelah timur hutan. Setelah aku merasa aku merasa yakin darinya, bahwa yang datang itu macan hatiku serasa copot saking takutnya. Aku lalu memanjat sebatang pohon yang tinggi untuk melindungiku dari ancamannya.

Singa tersebut terus saja mendekat kepada Shilah ibn Asyam, sedangkan ia tenggelam dalam shalatnya hingga jaraknya tinggal beberapa langkah saja darinya…Dan demi Allah ia tidak menoleh kepadanya…tidak mempedulikannya…

Tatkala ia sujud, aku berkata, "Sekarang (saatnya) ia akan menerkamnya."
Ketika ia bangkit dari sujudnya dan duduk, singa itu berdiri di hadapannya seakan-akan memperhatikannya.

Ketika ia salam dari shalatnya, ia mengucapkan sesuatau kepada singa itu dengan tenang…dan menggerakkan kedua bibirnya dengan ucapan yang tidak aku dengar.

Dan tiba-tiba saja singa tersebut berpaling darinya dengan tenang, dan kembali ke tempat semula.

Di saat fajar telah terbit, ia bangkit untuk menunaikan shalat fardlu. Kemudian ia mulai memuji Allah AWJ dengan pujian-pujian yang aku belum pernah mendengar yang sepertinya sekalipun.

Ia kemudian berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu agar menyelamatkan aku dari neraka…Apakah seorang hamba yang berbuat salah seperti aku berani untuk memohon surga kepadaMu?!"

Ia terus saja mengulang-ulangnya hingga ia menangis dan membuatku ikut menangis.

Kemudian ia kembali ke pasukannya tanpa ada seorang pun yang tahu.
Nampak di mata orang-orang, seakan-akan ia baru bangun dari tidur di kasur. Sedangkan aku kembali dari mengikutinya, dan aku merasa (lelah dari) begadang malam…badan penat…dan ketakutan terhadap singa…dan apa-apa yang Allah Maha Tahu dengannya.

Di samping itu semua, Shilah ibn Asyam tidak pernah membiarkan satu kesempatan dari kesempatan-kesempatan mauidzah dan peringatan kecuali ia memanfaatkannya.

Dan metodhe dakwahnya adalah ia menyeru kepada jalan Rabbnya dengan hikmah dan mauidzah hasanah. Jiwa-jiwa yang lari ia condongkan (dekatkan)…hati-hati yang keras ia lemahkan (lunakkan).

Di antaranya, bahwa ia pernah keluar ke daratan di tanah Bashrah untuk khalwah (menyepi) dan beribadah…

Lalu sekelompok pemuda yang akan bersenang-senang melewatinya, Mereka bermain-main, bersendau gurau dan bergembira, Ia (Shilah) menyalami mereka dengan halus.

Dan dengan lembut ia berkata kepada mereka, "Apa yang kalian katakan tentang suatu kaum yang berazm untuk safar karena suatu urusan besar, hanya saja mereka di waktu siang berbelok dari jalan untuk berbuat sia-sia dan bermain-main….dan di waktu malam mereka tidur untuk istirahat.

Maka kapankah kalian melihat mereka menyelesaikan perjalanannya dan sampai di tempat tujuan?! dan ia terbiasa mengucapkan kalimat tersebut di saat itu dan pada saat yang lain.
Pada suatu ketika ia bertemu dengan mereka dan ia mengucapkan kata-katanya tersebut kepada mereka…

Maka, salah seorang pemuda dari mereka bangkit dan berkata, "Sesungguhnya dia –demi Allah- tidak memaksudkan perkataannya kepada siapapun selain kita. Kita di siang hari bermain-main….dan di malam hari tidur"

Kemudian pemuda tersebut memisahkan diri dari teman-temannya dan mengikuti Shilah ibn Asyam sejak hari itu. Ia terus menemaninya hingga kematian menjemputnya.

Di antaranya pula, bahwa pada suatu siang ia pernah pergi bersama sekelompok sahabatnya kepada suatu tujuan. Lalu lewatlah di depan mereka seorang pemuda yang menakjubkan dan bagus penampilannya….

Pemuda tersebut memanjangkan kain celananya hingga ia menyeretnya di tanah seperti orang sombong…

Para sahabatanya lalu bermaksud (melakukan tindakan) terhadap pemuda tersebut, mereka ingin mencemoohnya dengan perkataan dan memukulnya dengan keras…

Maka Shilah berkata kepada mereka, "Biarkan aku, yang akan menyelesaikan urusannya."

Ia mendekati pemuda tersebut dan berkata dengan kelembutan seorang ayah yang penuh sayang…dan bahasa seorang sahabat yang jujur, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya aku punya hajat kepadamu."

Pemuda itu berhenti, dan berkata, "Apa itu wahai paman?"

Ia berkata, "Hendaklah kamu mengangkat kainmu, sesungguhnya yang demikian itu lebih suci untuk pakaianmu…lebih bertakwa kepada Rabbmu…dan lebih dekat dengan sunnah Nabimu."

Dengan rasa malu pemuda itu berkata, "Ya, dengan senang hati…"

Kemudian ia segera mengangkat kainnya.

Shilah berkata kepada sahabatnya, "Sesungguhnya yang seperti ini lebih baik daripada apa yang kalian inginkan…kalau seengkauinya kalian memukulnya dan mencemoohnya niscaya ia akan memukul dan mencemooh kalian…dan tetap membiarkan kainnya menjulur menyapu tanah."

Pada suatu kali seorang pemuda dari Bashrah mendatangainya dan berkata, "Wahai Abu ash-Shahbaa, ajari aku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepadamu."

Maka Shilah tersenyum dan berseri wajahnya, dan ia berkata, "Sungguh kamu telah mengingatkan aku -wahai anak saudaraku- tentang kenangan lama yang tidak aku lupakan…dimana pada saat itu aku seorang pemuda sepertimu…Aku mendatangi orang yang tersisa dari sahabat Rasulullah SAW, dan aku berkata kepada mereka:

"Ajarilah aku apa-apa yang telah Allah ajarkan kepada kalian," Mereka berkata, "Jadikanlah al-Quran sebagai penjaga jiwamu dan kebun hatimu. Dengarkan nasehatnya dan nasehatilah kaum muslimin dengannya.

Perbanyaklah berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla semampumu."
Anak muda itu berkata, "Berdoalah untukku, semoga engkau dibalasi dengan kebaikan."

Ia menjawab, "Semoga Allah menjadikanmu senang (antusias) untuk memperoleh yang kekal (akhirat)…dan menjadikanmu zuhud terhadap yang fana (dunia)…dan menganugrahkan keyakinan kepadamu yang mana jiwa menjadi tenang kepadanya, dan dibutuhkan kepadanya dalam agama."

Shilah memiliki seorang misan perempuan bernama "Muâdzah Al-Adawiyah."..Dia adalah seorang tabiin sepertinya…di mana ia pernah bertemu dengan ummul mukminin Aisyah RA dan mengambil ilmu darinya.

Kemudian al-Hasan al-Bashri –semoga Allah mengharumkan ruhnya- berjumpa dengannya dan mengambil (ilmu) darinya.

Ia seorang wanita yang bertakwa dan suci…taat ibadah dan zuhud.
Di antara kebiasaannya adalah apabila malam tiba, ia berkata, "Bisa jadi ini adalah malam terakhir bagiku, maka janganlah kamu tidur hingga pagi…." Dan apabila siang tiba, ia berkata, "Mungkin ini adalah hari terakhir bagiku, maka janganlah pinggang ini merasa tenang hingga sore."

Di musim dingin, ia mengenakan pakaian yang tipis sehingga rasa dingin menghalanginya untuk condong kepada tidur dan berhenti dari ibadah.
Ia menghidupkan malamnya dengan shalat dan banyak beribadah.

Apabila rasa kantuk mengalahkannya ia berjalan berputar-putar di rumahnya dan berkata, "Wahai jiwa, di depanmu ada tidur panjang…besok kamu akan tidur panjang di kuburan…entah di atas penyesalan atau di atas kesenangan. Maka pilihlah untuk dirimu wahai Muaadzah pada hari ini apa yang kamu sukai agar kamu besok menjadi apa."

Shilah ibn Asyam walaupun begitu kuat dalam beribadah dan begitu tinggi zuhudnya tidaklah ia membenci sunnah Nabinya SAW (dalam hal menikah), ia lalu meminang anak perempuan pamannya (misannya) "Muaadzah" untuk dirinya.

Ketika hari disandingkannya ia kepada Shilah, keponakan laki-lakinya mengurusinya dan membawanya ke kamar mandi kemudian memasukkannya menemui istrinya di rumah yang diberi wewangian…

Setelah keduanya bersama-sama, ia berdiri shalat dua rakaat sunnah, ia (istrinya) berdiri shalat dengan shalatnya dan mengikutinya.

Kemudian sihir shalat menarik keduanya hingga keduanya berlanjut shalat bersama hingga fajar menjadi terang.

Di pagi harinya, keponakannya datang menemuinya dan berkata, "Wahai paman, anak perempuan pamanmu telah disandingkan kepadamu, lalu kamu berdiri shalat sepanjang malam dan kamu meninggalkannya."

Ia menjawab, "Wahai anak saudaraku…sesungguhnya kemarin kamu telah memasukkan aku ke sebuah rumah yang dengannya kamu telah mengingatkan aku kepada neraka…kemudian kamu memasukan aku ke tempat lain yang dengannya kamu mengingatkan aku kepada surga…Pikiranku terus saja memikirkan keduanya hingga pagi."

Anak muda itu berkata, "Apa itu wahai paman?!"
Ia menjawab, "Sungguh kamu telah memasukkan aku ke kamar mandi, maka hawa panasnya telah mengingatkan aku akan panas neraka…kemudin kamu memasukkan aku ke rumah pengantin, sehingga bau harumnya mengingatkan aku kepada wangi surga…"

Shilah ibn Asyam bukan hanya orang yang banyak khasyah kepada Allah dan banyak bertaubat, ahli ibadah dan zuhud semata. Disamping itu ia adalah seorang penunggang kuda (prajurit) yang kuat dan pahlawan yang berjihad.

Sedikit sekali medan pertempuran yang mengenal seorang pemberani yang lebih kuat darinya…lebih kuat jiwanya…dan lebih tajam tebasan pedangnya. Sehingga para panglima muslimin berlomba-lomba untuk menariknya kepada (pasukan) mereka.

Setiap dari mereka ingin memperoleh kemenangan dengan keberadaannya di perkemahannya, agar dengan karunia keberaniannya ia memetik kemenangan besar yang dicita-citakan.
Jafar ibn Zaid meriwayatkan, ia menuturkan, "Kami keluar dalam suatu peperangan.

Dan bersama kami ada Shilah ibn Asyam dan Hisyam ibn Aamir…Ketika kami telah bertemu musuh, Shilah dan sahabatnya melesat dari barisan kaum muslimin dan keduanya menerobos kumpulan musuh, menusuk dengan tombak dan membabat dengan pedang, sehingga keduanya memberi pengaruh yang besar terhadap front depan pasukan.

Maka sebagian panglima musuh berkata kepada sebagian yang lain, "Dua orang tentara muslimin telah menurunkan (menimpakan) kepada kita hal seperti ini, bagaimana jadinya apabila mereka seluruhnya memerangi kita? Tunduklah kalian kepada hukum muslimin dan tunduklah dengan taat kepada mereka."

Pada tahun 76 H, Shilah ibn Asyam keluar dalam sebuah peperangan bersama pasukan muslimin menuju negeri Maa waraaun nahri* dan ia ditemani oleh anaknya.

Ketika kedua pasukan saling berhadapan, dan perang semakin berkecamuk. Berkatalah Shilah kepada anaknya, "Wahai anakku…majulah dan perangilah musuh-musuh Allah sehingga jika kamu syahid, aku akan mengharap pahalanya dari Allah Dzat yang tidak akan pernah hilang titipan-titipan di sisi-Nya."

Pemuda tersebut melesat memerangi musuh layaknya anak panah yang melesat dari busurnya, ia terus saja bertempur hingga jatuh tersungkur syahid.

Tidak berlangsung lama, sehingga ayahnya pergi mengikutinya. Ia terus berjihad sehingga mati syahid di sampingnya.

Ketika berita kematian keduanya sampai ke Bashrah, para wanita segera menemui "Muaadzah al-Adawiyah" untuk menghiburnya. Ia lalu berkata kepada mereka, "Apabila kalian datang untuk mengucapkan selamat kepadaku, maka selamat datang atas kalian…namun apabila kalian datang untuk hal lain, maka kembalilah dan semoga kalian dibalasi dengan kebaikan…"

Semoga Allah menjadikan wajah-wajah yang mulia ini berseri, Dan semoga Allah membalasinya dengan kebaikan atas Islam dan Muslimin Aamiin yaa Rabbal Alamiin..

Minggu, 10 Februari 2013

tahapan-tahapan dalam belajar ilmu syari

Tahapan-tahapan dalam belajar ilmu syar’i

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Banyak pertanyaan tentang tata cara menuntut ilmu, ilmu apa yang pertama kali harus dipelajari oleh orang yang ingin menuntut ilmu dan matan apa yang pertama kali harus dihafal? Bagaimana pengarahan Anda bagi para penuntut ilmu tersebut? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya:
Banyak pertanyaan tentang tata cara menuntut ilmu, ilmu apa yang pertama kali harus dipelajari oleh orang yang ingin menuntut ilmu dan matan apa yang pertama kali harus dihafal? Bagaimana pengarahan Anda bagi para penuntut ilmu tersebut? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.Beliau menjawab:
Pertama-tama dan sebelum saya memberikan pengarahan kepada para penuntut ilmu tersebut, saya ingin mengarahkan mereka terlebih dahultieagar mereka menuntut ilmu dari seorang syaikh yang berilmu karena mencari ilmu dari seorang alim terkandung dua faedah yang agung:
Pertama
Lebih efektif karena seorang alim mempunyai daya telaah dan pengetahuan dan memberikan ilmu kepadamu dengan ilmu yang matang dan mudah.
Kedua
Mencari ilmu dari seorang yang alim akan lebih dekat kepada kebenaran, dalam arti orang yang menuntut ilmu kepada seorang yang bukan alim akan menimbulkan sikap mengada-ada dan pendapat-pendapat yang syadz (menyimpang/ganjil) yang jauh dari kebenaran. Hal itu disebabkan karena dia tidak membaca kitab di hadapan orang alim yang ilmunya mendalam sehingga bisa mendidiknya di atas jalan yang dipilihnya.
Maka menurut pendapat saya, seseorang harus bersungguhsungguh memiliki seorang guru untuk mencari ilmu, karena jika dia memiliki guru maka guru tersebut akan mengarahkannya dengan pengarahan yang menurutnya sesuai dengan murid (yang diajarnya).
Adapun jawaban bagi pertanyaan di atas, maka secara umum kita katakan:
Pertama
Lebih utama bagi seseorang untuk menghafal Kitabullah sebelum kitab lainnya karena ini merupakan kebiasaan para Sahabat radhiallahu?anhum. Mereka tidak bergeser dari sepuluh ayat pertama sebelum mereka mempelajari (menghafal) ilmu yang terkandung di dalamnya serta mengamalkannya. Dan Kalamullah adalah kalam yang paling sempurna secara mutlak.
Kedua
Dia harus mengambil matan (redaksi) hadits-hadits ringkas yang akan menjadi simpanan baginya ketika berdalil dengan Sunnah, seperti `Umdatul Ahkaam, Buluughul Maraam, al Arba’iin An Nawawiyyah dan yang semisalnya.
Ketiga
Menghafal matan-matan fiqih yang sesuai dengan dirinya dan matan yang paling bagus yang kita hafal adalah Zaadul Mustaqni’ fii Ikhtishaaril Muqni’ karena (syarah) kitab ini telah dikerjakan oleh pensyarahnya Manshur bin Yunus al-Bahuthi dan orang-orang setelahnya dari orang-orang yang mengerjakan syarah dan matan kitab ini dengan catatan kaki yang banyak.
Keempat
Nahwu. Tahukah engkau apa itu nahwu yang tidak diketahui oleh para penuntut ilmu kecuali hanya sedikit saja di antara mereka sehingga engkau melihat seseorang telah lulus dari satu fakultas dalam keadaan tidak mengetahui ilmu nahwu sedikit pun, persis seperti apa yang digambarkan oleh seorang penya’ir:

لا بارك الله في النحو ولا أهله * إذا كان منسـوبا إلى نفطويه
أحـرقه الله بنصـف اسـمه * وجعل الباقي صـراخاً عليه

Semoga Allah tidak memberi barakah dalam nahwu dan ahlinya
Apabila dia dinisbatkan kepada omongan yang tidak terfahami
Semoga Allah membakarnya dengan separuh namanya
Dan menjadikan sisanya sebagai teriakan atasnya.
Mengapa penya’ir ini berkata demikian? Jawabnya karena dia lemah tentang nahwu. Tetapi saya katakan bahwa pintu nahwu itu pintunya dari besi, sedangkan lorongnya adalah benang emas. Artinya dia amat keras dan sukar ketika pertama kali memasukinya tetapi jika pintunya telah terbuka bagi orang yang mencarinya, dia akan merasakan kemudahan pada langkah selanjutnya dengan semudah-mudahnya sehingga jadilah dia sesuatu yang mudah baginya, sehingga beberapa penuntut ilmu yang baru memulai dalam mempelajari nahwu menjadi terpikat. Maka jika engkau berbicara kepada mereka dengan pembicaraan yang biasa, dia akan mengi’rabnya (mengurainya) agar terlatih dalam hal i’rab. Di antara matan nahwu yang paling baik adalah al-Aajuruumiyyah, sebuah kitab yang ringkas tetapi sangat terfokus (padat). Oleh karena itu saya nasihatkan bagi para pemula untuk memulai dengan kitab ini. Maka inilah pokok-pokok yang harus dijadikan landasan bagi para penuntut ilmu.
Kelima
Adapun yang berhubungan dengan ilmu tauhid, maka kitab-kitab tentang masalah ini amatlah banyak. Di antaranya: Kitaabut Tauhiid karya Syaikhul Islam Muhammad bin `Abdil Wah-hab rahimahullah, al-Aqiidah al-Waasithiyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan kitab ini sangat banyak dan sangat dikenal, wal hamdulillah
Dan nasihat umum bagi para penuntut ilmu bahwa ilmunya harus berdampak terhadap dirinya berupa takwa kepada Allah melaksanakan ketaatan kepada-Nya, berakhlak mulia, ihsan (berbuat baik) kepada sesama makhluk dengan cars mengajar, membimbing, dan gigih dalam menyiarkan ilmu melalui berbagai media, baik melalui koran, majalah, kitab-kitab, risalah, buletin dan media lainnya.
Saya pun menasihatkan kepada para penuntut ilmu agar tidak tergesa-gesa dalam menghukumi (memvonis) sesuatu. Karena sebagian penuntut ilmu yang masih pemula engkau lihat tergesa-gesa dalam berfatwa dan menetapkan hukum. Dan terkadang menyalahkan para ulama besar sedangkan dia (memiliki tingkatan yang) jauh di bawah para ulama tersebut, sehingga beberapa orang mengatakan, Saya berdebat dengan salah seorang penuntut ilmu yang masih pemula, lalu saya katakan kepadanya bahwa ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Maka dia berkata, Siapa Imam Ahmad bin Hanbal? Imam Ahmad bin Hanbal laki-laki, kita pun laki-laki. Subhanallaah!!. Memang benar Imam Ahmad bin Hanbal laki-laki dan engkau laki-laki sehingga kalian berdua sama dalam hal kelaki-lakiannya, adapun dalam hal ilmu maka antara kalian berdua terdapat perbedaan yang amat jauh. Tidak semua laki-laki layak dianggap sebagai laki-laki dalam hal ilmu.
Saya katakan: Seorang penuntut ilmu wajib bertatakrama dengan sikap tawadhu’, tidak merasa ta’jub dengan diri sendiri, dan hendaklah mengetahui kemampuan diri.
Di antara hal yang penting bagi seorang penuntut ilmu: janganlah dia banyak menelaah pendapat para ulama, karena jika engkau banyak menelaah pandapat para ulama dan menelaah al-Mughni dalam masalah fiqih karya Ibnu Qudamah, al-Majmuu’ karya anNawawi, dan kitab-kitab besar yang menerangkan ikhtilaf dan engkau mendiskusikannya, maka engkau akan sia-sia (rusak). Mulailah pertama kali, seperti yang telah saya katakan, dengan matan-matan yang ringkas, sedikit demi sedikit sehingga engkau akan sampai kepada tujuan. Adapun jika engkau ingin menaiki pohon dari rantingnya, maka ini adalah salah.
(Diambil dari Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)