Kamis, 18 Agustus 2016

Bercinta Seperti Rasulullah

Etika Saat Bercinta
Hubungan suami istri dalam Islam diatur dengan peraturan yang santun dan penuh etika, sehingga senggama yang dilakukan serasa indah dan nikmat. Diantara etika yang harus diperhatikan pasangan suami istri yang menyalurkan hasrat biologisnya ialah:

PertamaPemanasan Cinta (fore play). Dalam sebuah hadis dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Seseorang diantara kamu janganlah sekali-kali menyetubuhi istri seperti seekor hewan bersenggama, tetapi hendaklah ia dahului dengan perantaraan (pemanasan). Salah seorang sahabat ada yang bertanya, Apakah perantaraan itu? Rasulullah SAW berujar: Yaitu ciuman dan ucapan romantis (HR Bukhari dan Muslim). Cumbu rayu sebelum bercinta merupakan alat vital membangkitkan gairah seksual. Maka selazimnya bagi seorang suami untuk melakukan 'gerakan' pemanasan sebelum bercinta, dengan bisikan kata-kata manis nan mesra kepada sang istri, semisal: memuji kecantikannya, kemulusan tubuhnya, mengapresiasi dedikasi dan ketaatannya, agar sang istri benar-benar tersanjung dan fokus dengan percintaan yang hendak dilakukan. Dengan demikian, jiwa sang istri bakal menyatu dengan jiwa sang suami dalam bercinta.

Setelah jiwa sang istri terpanggil (muncul gairah) untuk bercinta, hendaknya sang suami beralih dari 'bahasa kata' ke 'bahasa gerak'. Caranya, dengan mencium kening sang istri, mengulum bibirnya dengan penghayatan yang utuh, lalu menyentuh bagian-bagian tubuh sensitif wanita, mendekap erat tubuh sang istri, merasakan detak nafasnya, sehingga keduanya tidak saja lekat secara ragawi, namun juga secara ruh. Rasulullah SAW sangat memperhatikan pemanasan cinta ini, sebagaimana tersirat dalam sabdanya: Janganlah sampai salah seorang diantara kalian menggauli isterinya seperti binatang, melainkan hendaknya dilakukan pemanasan diantara keduanya. Salah seorang sahabat bertanya: Apakah sejatinya yang dimaksud dengan pemanasan itu, wahai utusan Allah? Rasulullah SAW menjawab: Ciuman dan kata-kata rayuan (HR al-Dailami). Bahkan dalam hadis yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW dengan tegas melarang bercinta (senggama) yang tidak didahului dengan pemanasan cinta. Jabir menandaskan: Rasulullah SAW melarang persetubuhan sebelum dialkukan cumbu rayu (pemanasan cinta).

Seorang suami selazimnya mengetahui bagian-bagian tubuh wanita yang erotis, dan 'menjelajahinya' (menyentuhnya) saat bercinta, itu dilakukan demi menggapai kenikmatan senggama. Diantara bagian-bagian sensitif dan erotis tubuh wanita ialah: kening, pelupuk mata, hidung, pipi, tengkuk, leher, daun telinga dan belakang telinga, puting payudara, bibir dan lidah, mulut bagian dalam, paha, ketiak, perut terutama pusar perut, daerah sekitar kemaluan (vagina), tumit. Bagian-bagian tubuh tersebut merupakan zona erotis yang musti disentuh para suami, guna membangkitkan rangsangan seksual pada saat bercinta. Hubungan intim antara suami istri sering hambar (tak bernilai) atau bahkan gagal, oleh sebab mengabaikan pemanasan cinta (fore play) tersebut. Sebab senggama tanpa pemanasan hanya bersetubuh. Sedang bercinta perlu 'kebangkitan' rasa dan ruh.

KeduaMengulum dan Mengisap Lidah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dituturkan, bahwa sesungguhnya saat bercinta Rasulullah SAW mencium dan mengulum bibir Aisyah. Rasulullah SAW juga mengisap lidah istri terkasihnya tersebut (HR Abu Dawud). Mengulum bibir dan mengisap lidah adalah tanda kepasrahan seutuhnya dalam bercinta. Cara bercinta seperti ini juga membantu para suami untuk tetap 'perkasa' (digdaya) dalam hubungan intim. Lebih daripada itu, kuluman dan hisapan juga menambah rasa nikmat senggama, oleh sebab bersatunya nafas pasangan suami istri yang bersetubuh. Karenanya, sebelum bercinta para suami dan istri disunnahkan bersih-bersih diri. Lain daripada itu, kuluman bibir dan isapan lidah akan membuat istri terpacu untuk pasrah jiwa raga secara utuh kepada sang suami. Dan kepasrahan yang utuh dalam bercinta akan melapangkan jalan bagi raihan kenikmatan hakiki senggama.

KetigaTenang dan Lembut. Hubungan intim dengan istri harus dilakukan dengan tenang dan lembut. Masing-masing diantara suami istri tidak seharusnya berbuat gaduh, semisal dengan bersuara untuk mengekspresikan kenikmatan yang direguknya, lebih-lebih tergesa-gesa dalam 'menyentuhkan' organ vital ke pasangannya. Ketika sang suami hendak memasukkan penis ke dalam vagina istrinya, hendaknya dilakukan dengan tenang dan lembut. Masing-masing harus membaca basmalah. Ketenangan dan kelembutan dalam bercinta sangatlah penting, sebab hal itu akan menyembulkan rasa dan menghadirkan kenikmatan yang utuh, sehingga senggama yang dilakukan bisa melahirkan kepuasan. Dalam hadis yang diriwayatkan Ummu Salamah, dituturkan, bahwa saat bercinta Rasulullah SAW berpesan kepada istrinya untuk tenang. Rasulullah SAW lalu memejamkan mata istrinya, dan menutup kepala sang istri, sambil berujar lembut: Tenanglah engkau wahai belahan jiwaku.

KeempatBercinta dengan Posisi Terbaik. Dalam bersenggama, hendaknya diperhatikan dengan seksama posisi bercinta, agar laku senggamanya tidak keluar dari aturan syariat Islam, atau bahkan dimurkai Allah. Rasulullah SAW bersabda: Datangilah istrimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi awas (jangan menyetubuhi) pada dubur dan (jangan pula) dalam keadaan haid (HR Ahmad dan Tirmidzi). Dalam ajaran Islam posisi bercinta terbaik ialah: suami berada di atas dengan posisi istri terlentang di bawah tubuh sang suami, laksana hamparan. Dalam sebuah riwayat dituturkan: Anak bakal menjadi milik yang menjadi hamparan (istri). Posisi bercinta yang seperti itu, tidak saja membuat para suami leluasa bergerak, namun juga membuat para istri merasa nyaman, dan merasakan kepuasan seksual. Sebab dengan posisi bercinta seperti itu, memungkinkan alat kelamin sang suami menancap dalam-dalam ke vagina sang istri. Andaipun penis sang suami berukuran besar, 'lahan' sang istri bisa menampungnya secara utuh, sebab paha sang istri bisa dihamparkan seluas mungkin. Lebih daripada itu, dengan posisi seperti ini, masing-masing pasangan bisa berimprovasi dalam bercinta.

Karenanya, bani Hawa (kaum wanita) disebut juga al-Firasy (permadani), sebagaimana dituturkan sang Rasulullah SAW: Membuat anak adalah dengan permadani. Ungkapan Rasulullah SAW tersebut merupakan sebuah kiasan (metafora) serta penegasan bahwa dengan posisi perempuan berada di bawah saat bersetubuh, akan mempercepat proses pembuahan janin yang membuahkan (dapat melahirkan) anak, berikut merupakan penegasan akan ketinggian kaum laki-lai terhadap kaum wanita, sejalan dengan pesan al-Quran: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (QS al-Nisa' / 4: 34). Kaitannya dengan posisi bersenggama ini, Allah berfirman dalam pesan al-Quran: Mereka itu adalah pakain bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka (QS al-Baqarah / 2: 187).

Ada sebagian pasangan suami istri yang suka posisi wanita di atas dan laki-laki di bawah. Posisi semacam itu jelas tidak sesuai dengan posisi normal dan bertentangan dengan kodrat penciptaan laki-laki dan perempuan, serta berseberangan dengan 'hukum' kelaki-lakian dan kewanitaan. Posisi semacam itu banyak melahirkan madharat (risiko bahaya), sebab akan menyulitkan keluarnya sperma, lebih daripada itu, air sperma yang keluar tidak akan tertampung ke ovum dalam vagina perempuan. Bahaya lainnya ialah tumpahnya kotoran-kotoran dari vagina perempuan ke penis serta tubuh laki-laki, juga sperma laki-laki tidak akan sampai ke rahim perempuan, yang menyebabkan tidak adanya pembuahan janin. Apabila tidak ada pembuahan, bagaimana mungkin akan terjadi kehamilan dan kelahiran? Lain daripada itu, secara kodrati posisi perempuan dalam hal seksualitas ini adalah sebagai objek sedangkan laki-laki adalah subjek, demikian pula secara kodrati laki-laki lebih kuat ketimbang perempuan. Secara semantis, logikanya, subjeklah yang mempola objek, bukan objek yang mengatur subjek.

Dalam sebuah riwayat dituturkan, kaum Ahlul Kitab (pemeluk Yahudi dan Nasrani) menggauli perempuan mereka dari samping, bukan dari atas atau bawah, menurut pengakuam mereka posisi dari samping itu sangat menguntungkan bagi wanita, serta gerakan wanita jadi lebih 'trengginas' (gesit) dalam bersetubuh. Dikisahkan pula, kaum tradisional Quraisy dan Anshar jamak mulai mencumbu perempuan mereka dari arah bagian belakang kepala. Komunitas Yahudi memprotes cara bercinta komunitas Quraisy dan Anshar tersebut, sehingga turunlah ayat al-Quran: Istri-istri kamu adalah bagaikan tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tenah tempat bercocok tanam-mu itu bagaiman saja kamu kehendaki (QS al-Baqarah / 2: 223).

Dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, dituturkan hadis yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah. Ada seorang pemeluk Yahudi berkata: Jika seorang menggauli istrinya dari arah belakang dengan cara memangkunya, maka anaknya akan lahir cacat mental, maka turunlah ayat ayat al-Quran: istri-istri kamu adalah bagaikan tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam-mu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS al-Baqarah / 2: 223). Imam Muslim juga meriwayatkan, kalau si laki-laki suka, ia bisa mengangkat bahu si perempuan saat dipangku, kalau tidak suka tidak perlu diangkat, yang penting zakarnya tidak dimasukkan kepada selan vagina. Adapun bersenggama dengan cara-cara seperti binatang, oral seks, sodomi, serta gaya-gaya 'liar' lainnya, sangat dikecam para nabi dan rasul terdahulu, dan jelas dilarang keras oleh agama.


http://akukha.blogspot.co.id/2011/08/bercinta-seperti-rasulullah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar